Membaca Goodwin

Saturday, August 29, 2015

Sudah lama saya mendengar nama Jason Goodwin. Mungkin sejak empat atau lima tahun yang lalu ketika saya mendapati bukunya yang berjudul The Janissary Tree sebagai salah satu buku yang masuk ke dalam daftar buruan saya. Namun, karena buku itu sudah nyaris tidak ada di beberapa toko buku online dan offline, saya akhirnya memutuskan untuk membeli bukunya yang lain: Lords of The Horizons. Sebuah buku tentang Kesultanan Turki Utsmani yang saya beli secara murah di ebay.

Pencarian saya dengan buku fiksi yang berkisah tentang detektif kasim itu akhirnya kesampaian juga beberapa tahun kemudian. Ketika saya sedang berselancar di sebuah situs toko buku online, saya mendapati buku itu baru saja diterbitkan kembali dengan judul dan cover yang berbeda. Serambi, yang juga penerbit awal buku tersebut, menerbitkan ulang buku The Janissary Tree dengan judul Kudeta Pasukan Yeniceri.

Pemilihan judul yang, menurut saya, terlalu ceroboh dan kurang mementingkan pemilihan kata yang tepat sehingga beraroma spoiler dosis tinggi. Tidak seperti buku edisi awal yang dijuduli sebagaimana judul aslinya, judul yang dipilih penerbit untuk buku edisi terbaru ini kurang membuat saya nyaman. Kisah detektif yang seharusnya diliputi misteri dan teka-teki, dibocorkan dengan begitu banal oleh penerbit dengan cara penjudulan yang sembrono.

Tapi kekecewaan saya sepertinya hanya sampai di situ saja. Karena kualitas buku ini, dari segi penerjemahan dan pengeditan, telah dilakukan dengan begitu baik, sebagaimana buku-buku terbitan Serambi lainnya yang juga memiliki kualitas penerjemahan sangat bagus. Hanya saja, penambahan ornamen di tiap bab yang pendek-pendek itu, bagi saya, terasa mengganggu dan seperti mengotori bagian punggung dalam buku. Setidaknya itu menurut saya pribadi.

Namun, buku yang meraih rating 4.3/5 di situs amazon ini memang sangat enak dibaca. Bahasanya ringan, narasinya mengalir lancar, babnya dibuat pendek-pendek dan menggantung sehingga tidak terlalu melelahkan. Editor juga piawai memasukkan istilah-istilah slank di beberapa bagian yang menceritakan tentang tokoh-tokoh tertentu. Saking bagusnya kualitas penerjemahan dan pengeditan membuat saya merasa bahwa ini bukan buku terjemahan. Jason Goodwin juga piawai mengatur ritme cerita. Ia tahu kapan meletakkan ketegangan, kisah santai dan ringan, selera humor abad pertengahan yang ceria dan sedikit sinis, dan pengetahuan memadai tentang menu-menu makanan khas Eropa dan Turki yang sering ia ejawantahkan dalam sosok Yashim yang teliti, tenang, dan punya selera kuliner yang tinggi.

Sayang, pada buku ke dua dari pentalogi detektif kasim itu, The Snake Stone atau Misteri Batu Ular, kualitasnya agak menurun sedikit. Mr. Goodwin sepertinya agak sedikit abai dengan bagian sakitnya sang sultan dan terlalu ‘asyik’ mengulik Madame Lefevre yang cerkas itu. Meski begitu, Mr. Goodwin tetap mempertahankan kualitas humor yang segar dan ringan walau suasana buku ke dua tersebut sebenarnya lebih cocok kepada suasana yang mencekam dan muram. Di tangan Goodwin, era-era kegamangan kesultanan Utsmani di abad ke 19 yang biasanya berat dan rumit jadi lebih mudah dipahami. Setidak-tidaknya, saya merasa terbantu memahami masa-masa penurunan, gejala-gejalanya, dan fenomena-fenomenanya dari sebuah kekhalifahan yang pernah mengalami masa-masa kejayaannya di abad ke 16 silam. Oh iya, buku pertama dan buku kedua berdiri sendiri-sendiri. Hanya saja ada detil-detil pada buku ke dua yang sempat dibahas di buku pertama.

Saya jadi tidak sabar menanti penerbitan buku-buku novel Mr. Goodwin yang selanjutnya seraya berharap agar penerbit Serambi bisa bersegera menerbitkan tiga buku lainnya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Semoga. [mylibridiary]


Tanjung, Agustus 2015 

You Might Also Like

0 comments