Mengandaikan Najib Kailani

Sunday, June 22, 2014

Saya sedang menimang-nimang buku-buku Najib Kailani di tangan dan memandang ke deretan buku yang dikarang oleh penulis asal Mesir itu di lemari buku lalu saya terpikir seperti ini: Andai saya bisa, sekali lagi ini cuma andai-andai saja, maka saya kepingin pake banget punya penerbitan yang khusus menerbitkan buku-buku karangan Najib Kailani saja. Ya, saya tahu, pengandaian ini emang punya tingkat kesulitannya tersendiri, saya malah sudah membayangkan kesulitan-kesulitan itu jauh sebelum saya berani mengandaikan hal di atas, sehingga karenanya saya baru sebatas berani beranda-andai saja dan belum terpikir mau merealisasikannya dengan cara seperti apa. Sempat terpikir untuk melakukan sesuatu supaya andai-andai itu bisa terujud, tapi saya meragukan kemampuan saya sendiri untuk merealisasikannya. Lebih karena saya merasa tahu diri dengan batas kemampuan dan terbatasnya kesempatan yang saya miliki untuk mewujudkan impian saya itu. Atau ini hanya apologi saya saja? Entah. Yang pasti, saya seolah menemui dinding yang sangat besar yang menghalangi saya untuk melangkah lebih jauh.

Dinding besar pertama adalah sulitnya mendapatkan buku-buku Najib Kailani di pasaran. Mendapatkan buku terjemahannya saja cukup sulit, apalagi mendapatkan buku versi aslinya. Saya cukup beruntung saat mendapatkan beberapa buku Najib Kailani berbahasa Arab yang sempat saya catat di sini. Meski saya belum bisa membacanya, tapi sebagian di antaranya sudah saya miliki versi terjemahan bahasa Indonesianya. Saya pernah “berkeliling” di dunia maya untuk mendapatkan buku-buku Najib versi lainnya, termasuk buku-buku yang berbahasa Arab, namun hasilnya masih jauh dari menggembirakan. Kesulitan mendapatkan buku-buku Najib ini mengakibatkan sulitnya mengukur minat pembacanya. Sebanyak apa orang-orang mengetahui buku-bukunya dan sejauh apa kesukaan mereka untuk membacanya. Standarisasinya memang masih gelap dan karena pada tema ini “selera” yang sangat subjektif menjadi salah satu unsur yang dominan, kiranya poin ini bisa dibilang sebagai dinding besar ke dua.

Dinding besar selanjutnya masih berhubungan dengan dinding besar ke dua. Karena sulitnya mengukur minat baca buku-buku Najib, maka pihak penerbit pun, dengan berbagai alasan yang sebagiannya sedang saya pahami, memilih untuk tidak menerbitkan buku-buku tersebut. Padahal, nama Najib memiliki tempat tersendiri di hati para pecinta sastra Timur Tengah yang saya optimis jumlahnya cukup banyak di tanah air ini. Pendapat saya ini memang masih sangat naif dan susah dibuktikan. Anggap saja ini semacam lintasan pikiran saya deh, hehe..

Ketiga dinding besar di atas sebenarnya satu kesatuan yang saling berhubungan. Harus ada langkah konkrit dan berani untuk memutus “lingkaran setan” di atas. Bahkan kalau perlu langkah yang radikal sekalian. Langkahnya seperti apa? Saya belum tahu. Saya baru kepikiran hal-hal yang remeh dan belum berani menyampaikannya di sini. Maka biarlah saya mengandai-andai dulu saja. Bermain-main dengan pikiran saya dan mengembara dengan pelbagai kemungkinan yang logis dan bisa dilakukan dengan segala keterbatasan yang ada. Siapa tahu, seiring berjalannya waktu andai-andai itu bisa mendapatkan titik-terangnya. Siapa tahu pula, Anda yang membaca tulisan ini dan punya kegelisahan yang sama dengan saya bisa bersama dengan saya mengejawantahkan andai-andai itu ke dalam dunia nyata. Semoga saja. Siapa tahu, kan? [perpustakaanpribadiku.blogspot.com]


Kilongan, Juni 2014

You Might Also Like

0 comments